;
Tags

Ekonomi Makro

( 695 )

Kompleksitas Ekonomi Untuk Menyokong Pertumbuhan 8 %

KT3 19 Feb 2025 Kompas (H)

Pemerintah optimistis kebijakan publik yang mengakomodasi sinergi lintas sektor swasta dapat mnopang percepatan pertumbuhan ekonomi hingga mencapai target 8 % pada 2029. Namun, untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan, kompleksitas ekonomi juga perlu ditingkatkan. Hal itu terungkap dalam hari pertama Indonesia Economic Summit (IES) 2025 di Jakarta, Selasa (18/2). Forum ekonomi internasional yang diadakan Indonesian Business Council ini menghadirkan pemangku kebijakan, pelaku bisnis, serta para pemikir global untuk bersama membangun ekosistem bisnis tangguh dan berdaya saing guna mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah memahami bahwa kunci dari percepatan pertumbuhan ekonomi ialah keleluasaan sektor swasta menjalankan manuver bisnis.

Pemerintah berupaya menjaga agar Indonesia memiliki iklim investasi bersahabat, melalui insentif fiskal, seperti pembebasan pajak dalam kurun tertentu (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance). ”Kami juga berupaya memitigasi penerapan pajak minimum global 15 % dan kami cukup positif karena (pemerintahan Presiden AS, Donald) Trump 2.0 tidak ingin ini diterapkan,” kata Airlangga. Ia mengakui, berbagai tantangan global, seperti ketegangan geopolitik di Eropa dan Asia serta inflasi tinggi di AS, akan jadi hambatan percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, dari dalam negeri, stabilitas politik yang ditandai 80 % dukungan parlemen legislatif terhadap pemerintahan eksekutif bisa menjadi sentimen yang baik dalam meramu berbagai kebijakan yang sesuai kebutuhan pelaku ekonomi. (Yoga)


Inflasi Stabil, Prospek Ekonomi Masih Terkendali

HR1 03 Feb 2025 Kontan
Inflasi di awal tahun 2025 diperkirakan tetap terkendali, meskipun ada faktor musiman seperti libur panjang akhir tahun dan perayaan Imlek. Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, memperkirakan inflasi Januari mencapai 0,3% month to month (mtm) dan 1,83% year on year (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Menurutnya, tren ini menunjukkan perbaikan daya beli masyarakat yang didukung kebijakan moneter proaktif Bank Indonesia.

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, memprediksi inflasi Januari di 0,36% mtm dan 1,90% yoy, dengan penyebab utama lonjakan harga cabai merah dan kenaikan harga emas. Ia juga menyoroti dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertamax, meskipun dalam skala kecil.

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memperkirakan inflasi Januari di 0,4% mtm dan 1,94% yoy, dengan inflasi inti sedikit meningkat akibat pelemahan rupiah dan kenaikan harga emas. Namun, ia menilai inflasi masih terkendali karena permintaan yang berkurang setelah musim liburan serta harga yang diatur pemerintah tetap stabil.

Para ekonom memproyeksikan inflasi Februari hingga Maret 2025—yang bertepatan dengan Ramadan—akan tetap terjaga, seiring stabilnya harga pangan dan energi. David Sumual bahkan memperkirakan inflasi bisa kembali melambat ke 1,5% yoy pada periode tersebut. Namun, Josua Pardede menilai inflasi tahunan bisa meningkat ke 2% yoy, terutama karena revisi aturan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh pemerintah.

Tertinggal dari Vietnam The Rising Dream

KT1 20 Jan 2025 Investor Daily (H)

Beberapa tahun terakhir ini, bahkan dalam beberapa bulan belakangan, banyak pengamat yang menyoroti pertumbuhan ekonomi Vietnam sebagai the Rising Dream, tidak saja dilingkungan ASEAN tetapi juga di Asia bahkan di antara sesama negara berkembang. Hal ini dapat dilihat dari peretumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam antara tahun 2016 hingga 2024 meski sempat melemah di tahun 2020 dan 2021 karena merebaknya pandemi Covid-19. Pertumbuhan PDB Vietnam sejauh ini sangat ditopang oleh investasi di sektor manufaktur untuk mendorong ekspor ke negara-negara yan secara langsung atau tidak langsung terjebak dalam geopolitik dan geo-ekonomi duia sejak tahun 2018.

Dalam hal ini, beberapa pengamat meyakini bahwa partisipassi Vietnam dalam sejumlah perjanjian perdagangan telah memainkan kunci perdagangan telah memainkan kunci keberhasilan ekonomi Vietnam. Dua dari sejumlah perjanjian perdagangan yang dimiliki  atau diikuti Vietnam patut mendapatkan sorotan. Pertama adalah European Union-Vietnam FTA atau EVFTA. Pada tahun 2012, ketika ASEAN bersama enam mitra FTA-nya baru membahas konsep Regional Comprehensive atau RCEP, secara pararel Vietnam memulai perundingan EVFTA dengan EU (efektif berlaku tanggal 1 Agustus 2020). Dan kedua, di waktu hampir bersamaan, Vietnam juga  ikut merundingkan Trans Pacific Partnership atau TPP, yang kemudian diubah menjadi Comprehensive and Progressive Trans Pacific Partnership atau CPTPP setelah AS keluar dari TPP pada Januari 2017 (efektif berlaku tanggal 30 Desember 2018). (Yetede)

Tren Menabung Bikin Konsumsi Melambat

HR1 10 Jan 2025 Kontan
Keyakinan konsumen terhadap perekonomian Indonesia terus meningkat, sebagaimana tercermin dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Desember 2024 yang mencapai 127,7, naik dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso.

Namun, meskipun optimisme meningkat, konsumen tampak berhati-hati dalam mengalokasikan pendapatan untuk konsumsi. Rata-rata proporsi pendapatan untuk konsumsi turun ke 74,1% dari bulan sebelumnya 74,4%. Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif Indef, menyebut penurunan ini dipengaruhi oleh pendapatan riil masyarakat yang menurun akibat kenaikan harga bahan pangan dan barang lainnya. Meski pemerintah memberikan insentif fiskal, Esther meragukan langkah tersebut akan signifikan dalam mendorong konsumsi karena sebagian besar pendapatan masyarakat terfokus pada kebutuhan pokok.

Di sisi lain, Kepala Ekonom BCA David Sumual memproyeksikan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025 akan stabil, didukung oleh kenaikan harga komoditas seperti minyak sawit, kopi, dan cokelat yang menopang daya beli. Namun, David memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga belum akan melampaui 5% secara tahunan, tetap berada di sekitar 4,9% yoy.

Meskipun optimisme konsumen terhadap perekonomian meningkat, pola konsumsi masyarakat cenderung konservatif, dipengaruhi oleh tekanan harga dan pengeluaran kebutuhan dasar.

Austindo Berambisi Tingkatkan Produktivitas

HR1 04 Jan 2025 Kontan
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) optimistis terhadap prospek industri agribisnis tahun 2025, terutama di sektor kelapa sawit. Nopri Pitoy, Direktur Keuangan ANJT, menyebut kebijakan penerapan B40 akan meningkatkan permintaan crude palm oil (CPO) hingga 2 juta ton per tahun di dalam negeri. Kenaikan harga acuan CPO yang mencapai lebih dari US$ 1.000 per ton pada semester II-2024 memberikan dampak positif terhadap kinerja ANJT.

Hingga kuartal III-2024, ANJT mencatatkan peningkatan laba bersih sebesar 145,6% year-on-year (yoy) menjadi US$ 1,49 juta, meski pendapatan turun 5,1% yoy menjadi US$ 168,4 juta. Peningkatan profitabilitas didorong oleh kenaikan harga jual rata-rata CPO sebesar 6,2% yoy dan efisiensi biaya operasional, meskipun cuaca ekstrem sempat menurunkan volume produksi.

Pada 2025, ANJT menargetkan peningkatan produksi tandan buah segar (TBS) inti sebesar 10% dan produksi CPO tumbuh 15%. Selain itu, ANJT juga berkomitmen mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil hingga 20% dan meningkatkan porsi energi baru terbarukan (EBT) di atas 60%, mendukung target net zero carbon pada 2030.

Meski saham ANJT masih terkoreksi 11,25% dalam lima tahun terakhir, perusahaan tetap optimis bahwa peningkatan produktivitas dan diversifikasi energi akan menjadi katalis pertumbuhan jangka panjang.

Insentif PPh 21 Dinilai Kurang Optimal

HR1 18 Dec 2024 Kontan
Pemerintah akan memberikan stimulus ekonomi berupa fasilitas pajak penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah (PPh 21 DTP) untuk pekerja di industri padat karya sebagai respons atas kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjelaskan bahwa insentif ini berlaku bagi pekerja dengan gaji Rp 4,8 juta hingga Rp 10 juta per bulan di sektor tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur. Pemerintah menganggarkan Rp 680 miliar untuk kebijakan ini, namun detailnya akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Namun, Ristadi, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), menilai kebijakan ini tidak memberikan dampak signifikan karena keringanan pajak sudah ada sebelumnya. Ia juga menyoroti bahwa mayoritas pekerja di Indonesia memiliki gaji jauh di bawah Rp 10 juta, sehingga hanya sedikit pekerja yang dapat memanfaatkan fasilitas ini.

Tajudin Nur Efendy, pengamat ketenagakerjaan, menilai insentif PPh 21 DTP hanya memberikan manfaat kecil bagi pekerja dan tidak cukup untuk menjaga daya beli mereka yang tertekan akibat kenaikan PPN. Ia juga mengkhawatirkan dampak domino dari kenaikan PPN, kenaikan upah minimum sebesar 6,5%, dan biaya produksi yang meningkat, yang berpotensi memicu lebih banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor padat karya. Data KSPN menunjukkan bahwa sejak awal 2024, sebanyak 13.800 pekerja di industri tekstil telah terkena PHK.

Meskipun pemerintah berupaya memberikan subsidi bunga 5% untuk revitalisasi mesin dan diskon 50% untuk iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Tajudin mengingatkan bahwa langkah ini mungkin tidak cukup untuk mencegah efisiensi perusahaan melalui PHK.

Stimulus Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2024

HR1 17 Dec 2024 Bisnis Indonesia (H)
Pemerintah berupaya memulihkan daya beli masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2025 melalui paket kebijakan ekonomi yang mencakup insentif untuk rumah tangga, kelas menengah, dan dunia usaha. Kebijakan ini juga diiringi dengan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada 1 Januari 2025, sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan kebijakan ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung UMKM, menjaga stabilitas harga, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan bahwa kebijakan ini mempertimbangkan pelemahan permintaan, terutama pada kelompok menengah ke bawah, dengan harapan mendukung sektor produktif seperti manufaktur dan perumahan. Namun, Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dan dialog dengan dunia usaha untuk memastikan efektivitas kebijakan tersebut.

Sementara itu, Ketua APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menilai insentif pajak seperti PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tidak memberikan dampak signifikan bagi sektor padat karya seperti tekstil. Peneliti dari LPEM FEB UI, Teuku Riefky, juga berpendapat bahwa kebijakan ini kurang efektif untuk meningkatkan daya beli, yang lebih membutuhkan pendekatan seperti kenaikan upah.

Pemerintah diharapkan dapat memperkuat koordinasi lintas sektor dan mengevaluasi efektivitas kebijakan untuk memastikan manfaat nyata bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Stimulus Ekonomi Dinilai Belum Maksimal

HR1 17 Dec 2024 Kontan (H)
Pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Keputusan ini diambil sebagai bagian dari kebijakan Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Untuk meredam dampak negatif dari kenaikan tarif PPN, pemerintah menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang mencakup insentif untuk sektor rumah tangga, pekerja, UMKM, serta industri padat karya dan perumahan. Salah satu kebijakan adalah pembebasan PPN untuk sektor makanan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa insentif pajak tersebut ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah. Namun, beberapa pihak mengkritik kebijakan ini karena dianggap kurang signifikan dalam mengatasi penurunan daya beli. Sutrisno Iwantono, Ketua Kebijakan Publik Apindo, berharap stimulus ini dapat membantu kelas menengah yang memiliki peran krusial dalam perekonomian.

Di sisi lain, Bambang Ekajaya dari Real Estate Indonesia (REI) menyatakan bahwa kebijakan PPN-DTP yang hanya berlaku untuk properti dengan harga jual di bawah Rp 5 miliar akan memberatkan penjualan properti nonsubsidi. Bhima Yudhistira dari Celios mengkritik kebijakan ini sebagai langkah temporer yang tidak memberikan solusi jangka panjang, sementara Yusuf Rendy Manilet dari Core Indonesia menyoroti potensi dampak kenaikan PPN terhadap inflasi dan perekonomian yang memerlukan kebijakan pengendalian yang lebih komprehensif. Awalil Rizky dari Bright Institute menambahkan bahwa stimulus ekonomi yang diberikan belum cukup untuk mengatasi penurunan daya beli yang lebih luas, terutama di sektor riil.

ICOR Indonesia yang Terbilang Tinggi Dibanding Negarara Lain

KT1 17 Dec 2024 Tempo
PRESIDEN Prabowo Subianto mempersoalkan skor incremental capital output ratio atau ICOR Indonesia yang terbilang tinggi dibanding negara lain. Ia menyebutkan ICOR Indonesia berada di angka 6, sedangkan sejumlah negara tetangga memiliki ICOR 4 atau 5.  “Artinya, kita dinilai lebih tidak efisien daripada beberapa ekonomi tetangga kita. Bahkan tidak efisiennya itu dinilai 30 persen,” kata Prabowo di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024. ICOR adalah salah satu parameter yang menentukan tingkat efisiensi investasi di suatu negara. ICOR menggambarkan rasio investasi kapital/modal terhadap hasil yang diperoleh (output) menggunakan investasi tersebut. Jika modal bisa dipakai untuk menghasilkan banyak barang/jasa dengan efisien, nilai ICOR menjadi kecil. Sebaliknya, jika modal yang dibutuhkan besar, tapi barang/jasa yang dihasilkan sedikit, nilai ICOR menjadi tinggi. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ICOR Indonesia pada 2023 berada di angka 6,33. Sementara itu, rata-rata ICOR di negara-negara ASEAN pada 2019-2023 jauh lebih rendah, antara lain Malaysia sebesar 2,7; India 3,2; dan Filipina 3,4. ICOR Indonesia hampir selalu meningkat. Pada pemerintahan Presiden Soeharto sebelum krisis 1997, ICOR Indonesia berada di kisaran 4. Pada era Susilo Bambang Yudhoyono di level 5, lalu di era Presiden Joko Widodo menembus angka 6. Bahkan, pada 2021, ICOR Indonesia sempat berada di level 8,6. Dengan tingginya ICOR, makin banyak kapital yang diperlukan untuk menghasilkan 1 persen pertumbuhan ekonomi.

Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto tak menampik bahwa investasi di Indonesia masih belum efisien. Hal itu terlihat dari tingginya ICOR Indonesia yang membuat pertumbuhan ekonomi Tanah Air stagnan di angka 5 persen. Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, porsi investasi terhadap produk domestik bruto Indonesia di kisaran 30 persen. Dengan ICOR di kisaran 6, pertumbuhan ekonomi Indonesia dihitung 30 dibagi 6, yaitu 5 persen. Airlangga berpendapat penyebab inefisiensi investasi di Tanah Air adalah pemanfaatan modal yang belum optimal. Menurut dia, selama ini modal yang diinvestasikan belum mampu menghasilkan output ekonomi yang sebanding. Ditambah keterbatasan dalam penerapan strategi jangka panjang untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan.  (Yetede)

Pacu Pertumbuhan Domestik dengan Stabilitas Makroekonomi

KT3 16 Dec 2024 Kompas

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, kondisi global terus bergejolak akibat perang dagang, ketegangan geopolitik, serta fragmentasi ekonomi dan keuangan. Kondisi itu kian tak menentu seiring terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dengan kebijakannya yang lebih mengutamakan kepentingan domestik. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat, dari 3,2 % pada 2024 menjadi 3,1 % pada 2025 dan 3 % pada 2026. Dalam lanskap global tersebut, kata Perry, Indonesia memiliki visi untuk memacu pertumbuhan. Terdapat lima agenda kebijakan transformasi ekonomi nasional yang dapat dilakukan, yakni penguatan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sinergi mendorong pertumbuhan domestik, serta peningkatan produktivitas dan kapasitas nasional. Kemudian, sinergi pendalaman pasar keuangan untuk perekonomian dan digitalisasi sistem pemba-yaran sektor jasa.

”Pertama harus stabil. Tak bisa memacu pertumbuhan kalau negara tak stabil, baik dari sisi makroekonomi, sistem keuangan, maupun politiknya,” katanya dalam Seminar Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM (Kafegama) bertajuk ”Memacu Pertumbuhan Menuju Indonesia Maju”, secara hibrida, Sabtu (14/12). BI berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar, baik melalui kebijakan suku bunga, intervensi dan pendalaman pasar keuangan dengan instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), maupun koordinasi antara fiskal dan moneter. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menambahkan, upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 % membutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor. Dalam program makan bergizi gratis, misalnya, pelaku usaha jasa keuangan dapat berkontribusi dalam hal pembiayaan terhadap program tersebut. (Yoga)