Perdagangan
( 594 )Perdagangan AS-China
Donald Trump kembali ke Gedung Putih, demikian juga
kebijakan perdagangan dia yang kian agresif-tarif tinggi, pembatasan investasi
yang makin ketat, dan ancaman pemisahan keuangan (decoupling). Namun, di balik
retorika keras tersebut, negosiasi terbaru antara AS-China justru
mengindikasikan bahwa Beijing kini memiliki keunggulan di sejumlah sektor
penting. Pada 11 Juni 2025 do London, AS dan China menyepakati kerangka dagang
sementara, yang oleh banyak pihak dipandang sebagai upaya temporer untuk meredam ketegangan.
Kesepakatan ini mencakup empat poin utama. Pertama, kedua negara menyepakati
penyesuaian tarif secara terukur. Kedua, Beijing sepakat kembali
mengekspor mineral tanah langka dan
magnet permanen yang sangat penting bagi sektor teknologi dan pertanian AS. Ketiga, kedua
belah pihak berkomitmen untuk sedikit melonggarkan pembatasan ekspor bagi
barang-barang nonsensitif, serta memberikan kemudahan mobilitas antar warga.
Keempat, dan yang paling rapuh, kesepakatan ini mencakup mekanisme penegakan
kepatuhan sementara waktu dengan peninjauan setiap kuartal dan abitrase pihak
ketiga bawah pengawasan WTO. Meskipun ini merupakan langkah maju, rinciannya
teknisnya masih kabur dan efektivitasnya diragukan. (Yetede)
Mempersiakan Eksoistem dalam Pungutan Pajak Digital
Kondisi Perekonomian AS Karena Kebijakan Pemerintahan Donald Trump
Afrika Tunjukkan Inovasi Pembayaran Bebas Dolar
Afrika Tunjukkan Inovasi Pembayaran Bebas Dolar
Perjanjian Perdagangan Perlu Dioptimalkan
Di tengah eskalasi konflik geopolitik dan potensi perlambatan perdagangan dunia, para pelaku usaha nasional diharapkan mengoptimalkan akses perjanjian dagang yang sudah ada. Pemerintah akan memfasilitasinya dan membantu menyelesaikan hambatan dagang yang muncul. Para pelaku usaha nasional mengakui terjalinnya kesepakatan dagang dengan sejumlah negara dan wilayah bisa mengoptimalkan kinerja ekspor nasional. Namun, upaya tersebut perlu dibarengi efisiensi rantai pasok produksi dan perbaikan iklim industri di Indonesia. Hal itu mengemuka dalam diskusi Kompas Collaboration Forum bertema ”Perdagangan Global Mutakhir: Tantangan dan Peluang untuk Dunia Usaha Domestik”, di Jakarta, Jumat (20/6). Pembicara dalam acara itu, Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono dan Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anne Patricia Sutanto.
Djatmiko mengatakan, ketidakpastian perekonomian dan perdagangan dunia kian tak menentu. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyebutkan, konflik geopolitik dan proteksionisme bakal memicu perlambatan perdagangan dunia Djatmiko berharap, ditengah eskalasi konflik geopolitik dan potensi perlambatan perdagangan, para pelaku usaha dan industri dapat memanfaatkan sejumlah perjanjian dagang yang sudah ada. Saat ini, RI memiliki 21 perjanjian tarif preferensial (PTA), perjanjian perdagangan bebas (FTA) dan perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif (CEPA) dengan 30 negara yang tersebar di enam kawasan/regional, Asia, Eropa, Timur Tengah, Amerika, Amerika Latin dan Afrika,” katanya. ”Kami telah membuka akses pasar ke berbagai negara dan kawasan, karena itu, optimalkan pemanfaatan ’jalan tol’ itu agar bisnis semakin cuan,” katanya. (Yoga)
Produk China Membanjiri Pasar Usai Perang Tarif
Perdagangan Energi Hijau Indonesia
Masalah geopolitik membuat Indonesia berdebar memantau harga bahan bakar fosil. Padahal, Indonesia punya sumber daya energi terbarukan yang lengkap. Indonesia dan Singapura meluncurkan kerja sama di bidang energi berkelanjutan. Presiden Prabowo dan PM Singapura, Lawrence Wong menghadiri Renewable Energy Interconnectors Milestone Ceremony di Singapura, Senin (16/6). Pekan lalu, Indonesia dan Singapura menyepakati nota kesepahaman perdagangan energi bersih lintas negara, penangkapan dan penyimpanan karbon lintas batas, serta pembangunan kawasan industri hijau bersama di Provinsi Kepri, senilai 10 miliar USD. Indonesia akan mengirimkan pasokan listrik bersih ke Singapura. Sebaliknya, Singapura akan mengirim tangkapan karbon hasil industri ke Indonesia (Kompas.id, 15/6/2025). Kerja sama energi terbarukan ini memperkuat kerjasama Indonesia-Singapura di bidang ekonomi, juga menarik investasi jangka panjang dan menciptakan lapangan kerja.
Mengutip laman Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Singapura adalah PMA terbesar di Indonesia, yakni 4,6 miliar USD pada triwulan I-2025. Sementara, dalam perdagangan komoditas (kode Harmonized System 2) ekspor Indonesia ke Singapura pada Januari-Maret 2025 senilai 2,958 miliar USD. Impor Indonesia dari Singapura pada periode yang sama 4,588 miliar USD. Komoditas utama yang diperdagangkan antara lain bahanbakar mineral dan mutiara alam atau budidaya. Pengembangan energi terbarukan merupakan peluang yang bisa dimanfaatkan kedua negara di tengah gencarnya pengembangan ekonomi hijau dunia. Energi terbarukan, dari sumber yang dapat diperbarui, berkaitan erat dengan ekonomi hijau. Kerja sama dengan Singapura membuka jalan pemanfaatan energi terbarukan kian masif di Indonesia. Lantas, membuka peluang kerja sama lebih luas dengan Singapura dan negara-negara di Asia Tenggara demi mendukung terwujudnya ekonomi hijau (Yoga)
Langkah RI Tingkatkan Transparansi dan Likuiditas Pasar
Pasar modal Indonesia terus mencatat pertumbuhan positif dari sisi jumlah investor, dengan total mencapai 16 juta investor hingga Mei 2025, termasuk 7 juta investor saham, mencerminkan meningkatnya partisipasi masyarakat. Namun, Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti bahwa peningkatan kuantitas belum diimbangi oleh kualitas pasar, terutama dalam hal likuiditas dan transparansi.
Rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) masih berada di bawah target, yakni Rp12,9 triliun dari target Rp13,5 triliun. Sekitar 70% saham di BEI memiliki volume transaksi rendah dan spread harga yang lebar, membuat efisiensi pasar terhambat.
Langkah strategis sedang dipersiapkan, antara lain melalui penerapan skema liquidity provider oleh 13 sekuritas pada kuartal III/2025 untuk mendorong likuiditas, serta rencana pelaksanaan short selling yang ditunda hingga September 2025 guna menjaga stabilitas. Transparansi juga ditingkatkan lewat pembukaan kode broker dan domisili di akhir sesi perdagangan.
Namun, pelaku pasar masih menyuarakan kritik terhadap kebijakan full call auction (FCA) dan ketidakjelasan suspensi saham, yang dinilai merugikan investor kecil. Di sisi lain, literasi keuangan yang baru mencapai 66,46% menjadi tantangan, karena masih banyak masyarakat yang masuk pasar tanpa pemahaman risiko yang memadai.
Tokoh-tokoh penting seperti otoritas BEI dan OJK juga mendukung kenaikan porsi saham publik (free float) dari 7,5% ke 15–20% untuk menciptakan perdagangan yang lebih sehat dan tidak terkonsentrasi. Partisipasi investor institusi domestik seperti dana pensiun dan koperasi juga perlu ditingkatkan guna mengurangi ketergantungan pada investor ritel dan menjaga stabilitas jangka panjang.
Keseluruhan strategi ini akan efektif jika disertai kolaborasi seluruh pihak: BEI dan OJK sebagai regulator, sekuritas sebagai fasilitator, investor sebagai pelaku cerdas, serta pemerintah sebagai pembentuk ekosistem. Pasar modal bukan hanya sarana investasi, tapi juga cermin kepercayaan terhadap perekonomian nasional. Dengan pondasi kuat berupa likuiditas, transparansi, dan literasi, pasar modal Indonesia diyakini akan berkembang lebih berkualitas dan berkelanjutan.
Tahap Akhir Perundingan Indonesia-UE
Perundingan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa atau IEU CEPA telah memasuki tahap akhir. Lebih dari 90 % substansi perjanjian telah disepakati. Capaian pentingnya adalah masuknya kelapa sawit dalam skema perdagangan. Sebelumnya komoditas ini sempat dikecualikan. Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut, rancangan dokumen perjanjian finalI EU-CEPA ditargetkan rampung September 2025. Dokumen itu nantinya ditanda-tangani Presiden Prabowo dan Presiden Komisi Eropa. ”Saat ini perundingan substansi sudah masuk tahap akhir. Hampir seluruh isi perjanjian telah disepakati,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/6). Setelah penandatanganan, IEU CEPA akan memasuki fase ratifikasi oleh Indonesia dan 27 negara anggota Uni Eropa, mencakup penerjemahan dokumen dalam 27 bahasa resmi Uni Eropa dan diperkirakan memakan waktu setahun.
Pengakuan kelapa sawit sebagai komoditas sah dalam perjanjian menjadi capaian penting. Dalam perjanjian IEU-CEPA, produk sawit dibagi dalam dua kategori, yakni pangan dan bahan bakar. ”Selama ini kita mendapat hambatan terbesar terkait dengan fuel (bahan bakar). Namun, Indonesia sudah mengembangkan B 40 dan akan ditingkatkan menjadi B 50, sehingga untuk fuel kita sudah bisa menyerap di dalam negeri,” ujarnya. Airlangga memastikan, Indonesia berhasil mendorong dimasukkannya bab khusus tentang trade and sustainability, termasuk mitigasi dampak regulasi deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang jadi hambatan ekspor sawit nasional. Dengan berlakunya perjanjian ini, pemerintah memproyeksikan kenaikan ekspor hingga 50 % dalam tiga tahun. Produk padat karya seperti tekstil dan pakaian jadi, yang saat ini dikenai tarif impor 8-12 %, akan mendapat fasilitas bebas bea masuk. Perjanjian ini membuka akseske pasar Uni Eropa yang mencakup sekitar 450 juta konsumen. (Yoga)
Pilihan Editor
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023








