Ekonomi Makro
( 695 )Stabilitas Pasar Meski Ada Peluang Penurunan
Bagaimana Kepresidenan Kedua Trump Akan Mempengaruhi Ekonomi Asean
Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada 20 Januari 2025, kebijakan "America First" akan kembali menjadi pusat perhatian. Kebijakan ini, yang menekankan pemulangan lapangan kerja, pengurangan difisit perdagangan, dan pengetatan kebijakan imigrasi, memiliki dampak besar terhadap ekonomi negara berkembang. Artikel ini menganalisa dampak yang diantisipasi dari kebijakan ekonomi Trump terhadap ekonomi Asia Tengara (yang dikelompokkan sebagai Asean), terutama mengingatkan Asean telah menjadi sumber alternatif impor dan tujuan potensial relokasi investasi di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dam China.
Analisis ini berfokus pada empat aspek utama: tarif dan desifit perdagangan, sistem prefensi umum (General System of Prference/GSP), reorientasi rantai pasok global, dan investasi langsung asing (FDI). Pada masa jabatan sebelumnya, Trump secara agresif memberlakukan tarif untuk mengurani defisit perdagangan AS, khususnya pada impor dari China. Dalam masa jabatan keduanya, dia telah mengisyaratkan niat untuk memberlakukan tarif setinggi 60% pada impor dari China, dengan potensi tarif 10-20% pada impor dari negara lain (dan hingga 200% pada kendaraan listrik, terutama dari China dan Meksiko). (Yetede)
Hilirisasi sebagai fondasi bari Ekonomi Nasional
Ambisi pemerintah menjadikan hilirisasi sebagai fondasi baru ekonomi nasional mesti disertai kesadaran korporasi untuk menjalani prinsip keberlanjutan. Upaya perusahaan mengintegrasikan bisnis utama dengan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola, atau ESG penting bagi keberlangsungan usaha dalam jangka panjang. Hal tersebut disampaikan Chairperson of ESG Task Force Kadin Indonesia, Maria Rosaline Nindita Radyati, dalam diskusi terbatas CEO Connect dengan tema ”Indonesia Emas 2045: Optimalisasi Hilirisasi dan Kolaborasi Industri dalam Meningkatkan Penerapan ESG di Indonesia” yang digelar harian Kompas dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Jakarta, Rabu (13/11). Maria menekankan, berdasarkan prinsip ESG, risiko keberlanjutan yang dihadapi industri dalam menjalankan program hilirisasi tidak hanya datang dari aspek lingkungan dan tata kelola, tetapi juga aspek sosial.
Ia menyoroti pentingnya perusahaan menghormati HAM, mmastikan kesejahteraan karyawan, dan berkontribusi terhadap masyarakat. ”Dalam melakukan hilirisasi, perusahaan harus mempersiapkan aspek sosial seoptimal mungkin. Bukan hanya terhadap karyawan, konsumen, atau supplier, melainkan juga dari calon mitra bisnis, serta komunitas masyarakat yang terdampak jalannya bisnis,” ujarnya. Dalam rezim ekonomi global saat ini, kata Maria, ESG bukan sekadar tanggung jawab moral perusahaan terhadap aspek keberlanjutan, tetapi juga kunci daya tarik investasi. Rating ESG yang rendah dapat menghambat minat investor berinvestasi sehingga dapat mengganggu jalannya program hilirisasi. (Yoga)
Menguak Potensi Ekonomi di Sektor Informal
Strategi Mengatasi Lemahnya Daya Beli
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat
Daya Beli Melemah, Performa Emiten Tertekan
Mengelola Tantangan Fiskal Warisan Lama
Tantangan besar yang dihadapi pemerintahan Prabowo Subianto dalam mengelola fiskal negara setelah pemerintahan Jokowi berakhir. Pemerintahan baru harus menangani 'beban fiskal' yang ditinggalkan, termasuk defisit anggaran yang melebar dan ketergantungan pada utang. Penerimaan negara, yang sebagian besar berasal dari pajak, menunjukkan ketimpangan, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang kaya namun kontribusinya terhadap penerimaan negara masih kecil. Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo dituntut untuk lebih kreatif dalam mencari sumber pendapatan baru dan mengoptimalkan belanja negara agar lebih produktif dan berkualitas. Kebijakan fiskal diharapkan mampu mengurangi kemiskinan ekstrem, meningkatkan investasi, dan menciptakan pemerataan. Untuk itu, diperlukan peningkatan pendapatan dari sumber non-pajak, pengelolaan belanja yang lebih efisien, dan pengawasan ketat terhadap dana sosial dan sektor strategis seperti pendidikan dan kesehatan.
Tanda-Tanda Awal Pemulihan Ekonomi
Setelah mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi bulanan sebesar 0,08% pada Oktober 2024. Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan bahwa inflasi ini menandai berakhirnya tren deflasi, dengan kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 105,93 pada September menjadi 106,01 pada Oktober. Penyumbang utama inflasi adalah kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya, yang mencatat inflasi 0,94% secara bulanan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai kenaikan IHK mencerminkan perbaikan daya beli masyarakat, meski angkanya masih kecil. Ia berharap tren ini dapat mendorong pemulihan aktivitas produksi di berbagai sektor. Namun, Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyatakan bahwa terlalu dini untuk menganggap inflasi ini sebagai pemulihan daya beli yang solid. Ia menekankan bahwa kenaikan harga masih terkonsentrasi pada kebutuhan pokok yang sifatnya inelastis, sementara ketidakpastian ekonomi terlihat dari inflasi pada harga emas.
Peneliti CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menambahkan bahwa inflasi inti, yang mencerminkan permintaan barang dan jasa, juga mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan permintaan pada beberapa komponen barang dan jasa. Meski demikian, ia mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap risiko penurunan daya beli dengan memperkuat investasi dan konsumsi, khususnya di kelas menengah.
Optimisme Pasar dengan Menteri Ekonomi Prabowo-Gibran
Sentimen positif terkait calon menteri ekonomi yang dipanggil oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto tercermin dari kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menunjukkan penguatan sejak pemanggilan tersebut. Pada 14 dan 15 Oktober 2024, IHSG mengalami kenaikan masing-masing sebesar 0,52% dan 0,89%, dipicu oleh respons positif pasar terhadap nama-nama menteri seperti Sri Mulyani.
Prabowo, yang memanggil calon menteri di kediamannya, berusaha memastikan transisi pemerintahan yang mulus dengan mempertahankan sejumlah menteri dari kabinet Jokowi. Analis menyebutkan bahwa pasar optimis terhadap potensi pertumbuhan ekonomi nasional meskipun masih ada ketidakpastian. Beberapa ekonom menekankan pentingnya keberlanjutan dalam kebijakan dan stabilitas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Presiden Jokowi memberikan dukungan terhadap langkah Prabowo untuk mengajak menteri-menteri sebelumnya, menegaskan pentingnya keberlanjutan dalam pemerintahan. Prabowo sendiri mengungkapkan kepuasan terhadap calon menteri yang diundangnya, yang dianggap dapat bekerja sama dalam menghadapi tantangan global yang penuh ketidakpastian.
Pilihan Editor
- 
            
            Evaluasi Bantuan Langsung Tunai BBM11 Oct 2022
- 
            
            Alarm Inflasi Mengancam Sektor Retail11 Oct 2022
- 
            
            Cuaca Ekstrem Masih Berlanjut Sepekan Lagi10 Oct 2022










 
                 
                 
                 
                