Ekonomi Makro
( 695 )BEI Atur Ulang Batas Auto Rejection untuk Waran
Peluang Pendanaan Global Mulai Terbuka
Optimistis Ditengah Gejolak Ekonomi Global
Butuh Peran Swasta untuk mencapai Target 8 Persen
Pertumbuhan ekonomi 8 % sebagaimana ditargetkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, terutama sektor swasta. Upaya tersebut membutuhkan keselarasan antara arah kebijakan pemerintah dan kebutuhan pelaku bisnis. Hal ini mengemuka dalam diskusi Kompas100 CEO Forum Powered by PLN 2024 di Jakarta, Selasa (26/11). Diskusi tersebut mengangkat tema ”Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8 %: Sinergi Infrastruktur dan Teknologi Inovatif untuk Keberlanjutan Ekonomi”. Hadir sebagai pembicara Direktur Perencanaan dan Pengembangan Proyek Infrastruktur Prioritas Nasional Kementerian PPN/Bappenas, Sumedi Andono Mulyo, Dirut PT PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha, serta Ketua Umum Indonesian Mining Association Rachmat Makkasau.
Wakil Menteri PPN/Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard dalam sambutannya mengatakan, pemerintah tengah mendorong perekonomian rakyat dengan target pertumbuhan ekonomi 8 %, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. RPJPN tersebut memiliki lima sasaran, mulai dari pendapatan per kapita Indonesia etara dengan negara maju, kemiskinan turun 0,5-0,8 %, hingga peran dan pengaruh di dunia internasional meningkat. Kemudian, peningkatan kualitas daya saing SDM serta penurunan intensitas emisi gas rumah kaca hingga menuju net zero emission. ”Dalam lima tahun ke depan, fondasi pembangunan nasional melalui pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan semakin diperkuat. Karena itu, saya rasa semua pihak perlu berkolaborasi serta berkomitmen untuk berkontribusi dan berbagi peran dalam mewujudkan perencanaan tersebut dengan didukung oleh kapasitas dan alternatif pendanaan yang kuat,” katanya. (Yoga)
Melambatnya Peredaran Uang, Tanda Konsumsi Melemah
Strategi Ketat Jaga Likuiditas Ekonomi
Bank-bank di Indonesia tengah mempersiapkan strategi untuk menghadapi tekanan likuiditas yang semakin kompleks, di tengah upaya Bank Indonesia (BI) untuk mengoptimalkan Sekuritas Rupiah BI (SRBI) guna menarik modal asing dan memperkuat rupiah. Kebijakan SRBI yang menawarkan bunga tinggi membuat bank-bank harus bersaing dalam menarik dana pihak ketiga (DPK) dan mempertahankan suku bunga simpanan yang kompetitif. Hal ini juga berdampak pada ketidakmampuan bank untuk menurunkan suku bunga kredit dalam waktu dekat.
Beberapa bank, seperti PT Bank Negara Indonesia (BNI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., berfokus pada penyelarasan pertumbuhan kredit dengan DPK dan menjaga likuiditas dengan memanfaatkan instrumen treasury. Di sisi lain, PT Bank Central Asia (BCA) mengandalkan dana murah (CASA) untuk mendukung ekspansi kredit yang sehat.
Sementara itu, bank asing seperti Citibank Indonesia memilih strategi wait and see karena ketidakpastian yang disebabkan oleh proteksionisme AS. Pengamat perbankan menekankan pentingnya bank dalam menciptakan daya tarik nasabah selain hanya mengandalkan bunga tinggi, untuk memastikan kecukupan likuiditas dalam mendukung ekspansi kredit.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa BI tetap optimistis dengan stabilitas rupiah, yang didukung oleh kebijakan BI, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang baik.
Dorongan Ekonomi Berisiko Perbesar Defisit Transaksi Berjalan
Belanja Awal 2024 Dibiayai Lewat Sukuk Global
Menakar Dampak Periode Kedua Trump Perekonomian Indonesia
Program Nutrisi Gratis Angkat Sektor Terkait
Pilihan Editor
- 
            
            Emiten Baja Terpapar Pembangunan IKN24 Jan 2023
- 
            
            Cuaca Ekstrem Masih Berlanjut Sepekan Lagi10 Oct 2022










 
                 
                 
                 
                