Tambang
( 83 )Siklus Besar Komoditas
 Indeks komoditas Bloomberg secara tahunanhingga Maret 2021 naik 11 persen, sedangkan kumula-tif meningkat 40 persen dalam 52 pekan terakhir. 
Hal ini mirip situasi pas-cakrisis keuangan Asia1998-1999. Saat itu Indonesia terdampak parah karena permintaan yang tertahan. Saat krisis, masyarakat menahan konsumsi dan fokus belanja dasar, seperti sandang pangan. Masyarakat pun menahan pengeluaran barang-barang tahan lama dan aktualisasi diri, seperti perjalanan wisata.
Ada tiga komoditas yangmemimpin the new commo-dity supercycle ini (Home[2021]).
- Pertama, minyak yang diwakili West Texas Intermediate (WTI). Harga minyak WTI yang sejak awal September 2020 tertahan pada 40-an dollar AS per barel naik di atas 50dollar AS per barel pada pertengahan Desember 2020.
- Komoditas berikutnya adalah tembaga. Harga tem-baga saat ini sekitar 9.000dollar AS per metrik ton atau hampir mencapai titik tertinggi pada 2011. Kenaikan harga didorong pembukaan kembali perekonomian negara-negara industri dan stimulus fiskal di Ame-rika Serikat. Permintaan masyarakat terhadap barang-barang elektronik danendaraan pun diperkirakan melonjak. Faktor berikutnya adalahpergeseran ke arah kendara-an listrik. Kendaraan listrik membutuhkan empat kali lebih banyak komponen berbasis tembaga dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Asosiasi tembaga internasional memperkirakan permintaan akan naik dari1 85.000 ton pada 2017 menjadi 1,74 juta ton pada 2027 (Kimani [2021]).
- Komoditas ketiga adalah litium. Sebagai konsekuensi peningkatan permintaan kendaraan listrik, permintaan litium—sebagai alternatif kobalt dan nikel untuk bahan komponen baterai kendaraan listrik—juga meningkat
Royalti Tinggi, Ekspor Batubara Bisa Terhambat
Sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berharap tarif royalti tidak naik secara signifikan. Berdasarkan informasi yang diperoleh KONTAN, dalam waktu dekat ini akan terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur kenaikan tarif royalti batubara.
Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Pandu P Sjahrir mengatakan, pihaknya sudah berkirim surat kepada Menteri Keuangan pada 8 Januari 2021. Namun surat itu belum berbalas. Jika nanti royalti naik signifikan, produsen merasa keberatan. “Akan sulit untuk ekspor dan kemungkinan ada penurunan produksi batubara, “ kata dia kepada KONTAN, jumat (12/3).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menambahkan, “jika royalti semakin tinggi, dampaknya tentu perusahaan akan mengurangi kegiatan pertambangan, “ kata dia, Jumat pekan lalu.
Komoditas Tambang, ‘Perang’ China-Australia & Nasib Emiten Batu Bara
Melansir Bloomberg,
Rabu (4/11), Importir dari china di minta untuk tidak mengimpor produk
komoditas Australia termasuk batu bara, bijih tembaga dan konsentratnya, gula,
kayu, anggur, hingga lobster. Hubungan dagang menjadi makin panas sejak Perdana
Menteri (PM) Australia Scott Morrison menyerukan penyelidikan independent
terhadap asal-usul virus corona pada April 2020.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan boikot tersebut tentu akan berdampak pada harga batu bara. Hendra melanjutkan perusahaan yang bisa mengambil peluang dari momentum tersebut adalah pelaku usaha yang memiliki spot kontrak di bawah 1 tahun atau memiliki slot batu bara dengan kualitas yang sama dengan Australia.
Adapun harga batu bara termal Newcastle untuk kontrak yang ditransaksikan dibanderol pada level harga US$59,25/ton pada akhir pekan, atau terhitung menguat 2% dari posisi penutupan pekan sebelumnya di US$58/ton. Menurut Equity Analyst Samuel Sekuritas Indonesia Desy Lapagu, aksi boikot ini berdampak kepada kelebihan pasokan global. Pasalnya, produk yang selama ini dipasok ke China harus tertahan dan membanjiri pasar di luar negara tersebut.
Menyusul memanasnya hubungan kedua negara tersebut, mayoritas saham emiten pertambangan kompak menunjukan pelemahan atau berada di zona merah pada perdagangan Rabu (4/11). Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy dalam risetnya menilai emiten tambang UNTR masih layak untuk dikoleksi.
Potensi Besar, Pemerintah Bakal Atur Tanah Jarang
Pemerintah bakal mengatur pengolahan dan pemanfaatan mineral logam tanah jarang (LTJ) alias rare earth element (REE). Pembahasan beleid itu sudah masuk tahap harmonisasi lintas kementerian. Isi pemanfaatan mineral logam tanah jarang mencuat seiring adanya pertemuan dua Menteri, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, membahas potensi mineral tanah jarang ini. Maklumlah, rare earth element bisa digunakan sebagai bahan baku senjata. Rumor yang beredar, Prabowo juga sudah menyambangi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Direktur Pembinaan and Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak mengungkapkan, ketentuan LTJ akan berbentuk peraturan pemerintah (PP). Penyusunan regulasi ini melibatkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Pasalnya, selain masuk kategori mineral ikutan, LTJ mengandung unsur radioaktif. Kelak. Kementerian ESDM akan mengatur izin usaha pertambangan (IUP) dan Kementerian Perindustrian mengurusi pemanfaatan LTJ. “Sedang harmonisasi, termasuk dengan BATAN” kata Yunus kepada KONTAN, kemarin.
Dia enggan menggambarkan detail poin aturan itu. Namun sebagai kategori mineral ikutan, Kementerian ESDM tidak akan memberikan IUP khusus tanah jarang, melainkan bisa diusahakan mengikuti komoditas mineral atau bantuan. Contohnya, LTJ dalam bentuk monsait yang mengikuti timah. Maka pengolahan LTJ monasit itu mengikuti IUP timah,” Nanti kerjasama si pemegang IUP dengan BATAN, seperti itu intinya” ungkap Yunus. Pemerintah ingin mengatur agar pengolahan dan pemanfaatan LTJ dilakukan di dalam negeri.
Mengacu data Badan Geofisiologi Kementerian ESDM, sumber daya hipotetik mineral tanah jarang di Sumatra sekitar 23 juta tondengan tipe endapan LTJ interit, beserta 5 jura ton LTJ dengan tipe tailings. Sedangkan di Kalimantan, sumber daya hipotetik LTJ sekitar 7 juta ton dengan tipe tailings dan di Sulawesi sekitar 1,5 juta ton dengan tipe laterit/
Senior Vice President Corporate Secretary Mind Id, Rendi A. Witoelar menyebut pihaknya telah memetakan potensi LTJ yang bisa diolah. Namun untuk mengembangkan dalam skala komersial, Holding Perusahaan Tambang pelat merah itu masih menunggu kejelasan regulasi. Sebab, LTJ merupakan mineral ikutan atau produk samping yang memiliki kadar radio aktif. Sehingga tahap pengolahan menyangkut banyak regulasi dari lintas kementerian atau Lembaga. “Pemetaan sudah ada, tapi belum masuk komerisal.” Ungkap dia kepada KONTAN, Kamis (13/8).
Selain regulasi, pengambangan LTJ skala komersial memerlukan pemetaan tingkat lanjut untuk memastikan lebel sumber daya maupun cadangan yang tersedia, untuk menghitung skala bisnis dan keekonomian. Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menilai, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk mempercepat pemanfaatan LTJ di tanah air. Pertama, pemerintah perlu memastikan regulasi, Kedua, kesiapan teknologi. Ketiga, pemerintah perlu menugaskan BUMN.
Hanya Tersisa Tujuh Smelter Timah
Sekretris Jendral ( Sekjen ) AETI, Jabin Suffianto menyampaikan dari sekian banyak smelter Timah di Riau dan Babel hanya tersisa tujuh yang masih aktif. Ia menyampaikan banyak smelter swasta yang tutup lantaran tidak bisa memenuhi kriteria dan syarat yang diberlakukan oleh pemerintah. Salah satunya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM ) memberikan syarat harus menunjukkan adanya tanda tangan Competent Person Indonesia ( CPI ) di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja ( RKAB ). Syarat tersebut juga menyangkut verifikasi data cadangan yang ada di RKAB perusahaan smelter.
Namun, Jabin menambahkan, jumlah tersebut masih bisa dikatakan lebih dari cukup. Merujuk data Direktorat Jendral Minerba Kementrian ESDM, produksi timah dalam logam di Indonesia memang berfluktuasi selama lima tahun terakhir namun volumenya tetap terjaga di level 70.000 ton – 80.000 ton. Pada tahun ini, produksi logam timah ditargetkan di angka 70.000 ton. Hingga 6 Maret 2020, realisasi produksi logam timah baru mencapai 6.059 ton atau 9,3% dari targetEkonomi China Membaik Harga Tembaga Juga Bangkit
Harga tembaga menyentuh level tertinggi. Kenaikan harga ini didorong katalis positif penggelontoran stimulus bank sentral global serta indikasi pemulihan ekonomi China. Senin ( 13/7 ), harga tembaga di London Metal Exchange mencapai harga tertinggi dengan naik 2,48% menjadi seharga US$ 6.571 per metrik ton.
Kabar terbaru, pekerja tambang tembaga Antofagasta Centinela di Cile sedang melakukan pemungutan suara untuk menentukan mogok kerja karena pandemi. Jika mogok kerja terjadi, pasokan tembaga semakin berkurang dan harga bisa terus naik.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengamini kondisi ini, meski tetap mengingatkan potensi katalis negative dampak perang dagang China dan AS. Ia memprediksi dalam jangka pendek harga tembaga bergerak antara US$ 6.500 per metrik ton hingga US$ 7.000 per metrik ton. Sementara untuk jangka panjang, Wahyu memperkirakan harga tembaga bergerak antara US$ 4.300 hingga US$ 7.300 atau sama seperti tahun lalu.Dividen Adaro Capai US$ 250 Juta
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menetapkan dividen tunai untuk tahun buku 2019 sebesar US$ 250 juta. Dividen tersebut mencerminkan rasio dividen sebesar 62% dari laba bersih tahun lalu yang mencapai US$ 404 juta. Sebesar US$ 150 juta yang telah dibayarkan pada 15 Januari 2020 dan US$ 100 juta yang akan dibagi kan dalam dividen tunai final. sisa laba bersih tahun lalu yang sebesar US$ 150,5 juta dialokasikan sebagai laba ditahan dan sebesar US$ 3,5 juta disisihkan sebagai dana cadangan.
Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan, di tengah kondisi pasar yang sulit pada 2019, perseroan berhasil mencapai kinerja yang solid berkat keunggulan operasional dan pengendalian biaya yang berkelanjutan. Perseroan akan terus berfokus un tuk meningkatkan keunggulan operasional, pengendalian biaya dan efisiensi. Sementara itu, hingga kuartal I-2020, Adaro Energy mencatatkan produksi batu bara sebanyak 14,41 juta ton atau naik 5% dibanding periode sama tahun lalu yang sebanyak 13,75 juta ton dan membukukan EBITDA operasional sebesar US$ 265 juta dan laba inti sebesar US$ 136 juta.
Dia menegaskan, kenaikan sebesar 5% untuk volume produksi batu bara perseroan disebabkan oleh kuatnya permintaan pada awal kuar tal I-2020. Adapun pendapatan usaha Adaro Energy pada kuartal-I 2020 mencapai US$ 750 juta atau turun 11% dibanding periode sama tahun lalu sebesar US$ 846 juta. Penurunan harga jual rata-rata batu bara sebesar 17% menjadi penyebab turunnya pendapatan perseroan.Sedangkan beban pokok pendapatan pada kuartal I-2020 turun 5% menjadi US$ 552 juta dibanding periode sama tahun lalu sebesar US$ 581 juta. Efisiensi tersebut disebabkan penurunan nisbah kupas yang sejalan dengan panduan perusahaan.
Waspada, Beban Keuangan BUMN Tambang Menjulang
Holding BUMN Pertambangan, Mind Id alias Inalum, mesti
mewaspadai prospek bisnis dan kondisi keuangan anak usahanya di tengah wabah
korona (Covid-19) dan kelesuan ekonomi, Lembaga pemeringkat global, Moody's Investors
Service menurunkan outlook Inalum menjadi negatif dari sebelumnya
stabil, hal ini dikarenakan pelemahan operasional bisnis kinerja beberapa anak
usahanya seperti PT Timbah Tbk (TINS) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang terutama
dipicu kontraksi margin di tengah kelesuan harga komoditas. Meski begitu, hal
ini tidak mengubah peringkat Inalum dan obligasi seniornya, yakni tetap Baa2.
Meski demikian, manajemen Mind Id meyakinkan
bahwa kondisi kas holding tetap kuat di tengah tekanan pasar dan harga
komoditas. Corporate Secretary Mind Id Rendi A. Witoelar mengatakan,
posisi kas holding lebih dari Rp 20 triliun. "Akses ke perbankan
dan bond market juga masih bagus," kata dia, kemarin, yang
meyakini anak usaha Mind Id mampu mengelola utang dengan baik. Senada dengan ini, Sekretaris Perusahaan TINS,
Abdullah Umar juga optimistis mampu mengelola utang "Kami sudah menurunkan
utang bank saat ini menjadi sekitar Rp 6,5 triliun," ungkapnya.
Harga Lesu,PT Timah Tahan Produksi
PT Timah (Persero) Tbk menahan produksi pada awal tahun ini setelah harga komoditas mineral tersebut menurun. Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi mengatakan salah satu penyebab lesunya harga timah ialah wabah virus corona yang menyerang Cina dan beberapa negara tujuan ekspor lain.
Berdasarkan data London Metal Exchange, harga logam timah sempat meningkat hingga di kisaran US$ 17,700 per metrik ton dari awal tahun hingga pertengahan Januari. Namun, setelah itu, harganya terus merosot hingga mencapai nilai terendah di US$ 16.150 per metrik ton. Pada penutupan perdagangan di bursa London, 7 Februari lalu, harga timah mencapai US$ 16,275 per metrik ton, turun dari US$ 16.550 per metrik ton pada hari sebelumnya. Di tengah kondisi tersebut, Riza menargetkan pertumbuhan produksi logam timah 5 persen dari tahun lalu. Hingga kuartal III 2019, produksi PT Timah mencapai 58.150 metrik ton. PT Timah juga sempat menahan produksi tahun lalu dengan alasan yang sama. Perusahaaan pelat merah ini bahkan menghentikan operasi kapal keruk dan kapal isap serta mengurangi kegiatan operasi produksi dari tiga jam kerja menjadi hanya satu jam kerja. Volume ekspor saat itu dikurangi 2.000 ton per bulan.
PTFI Incar Perbaikan Produksi dari Tambang Dalam
PT Freeport Indonesia (PTFI) menargetkan perbaikan kinerja produksi seiring dengan proses transisi perusahaan dalam melakukan pengeboran di tambang dalam pada tahun ini. Dengan cadangan sebesar 17,2 miliar ton tembaga dan 14,2 juta ton emas, perusahaan berencana melakukan kegiatan undercutting, konstruksi drawbell, dan ekstrasi bijih di tambah bawah tanah. Richard Adkerson, CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson mengungkapkan produksi stabil akan dimulai pada tahun ini dan akan terus meningkat hingga 130 ribu ton pada tahun 2023. Volume penjualan konsolidasi dari PTFI diperkirakan akan mendekati 750 juta pon tembaga dan 1,8 juta ons emas pada 2020. Tahun 2020 PTFI membutuhkan modal tahunan untuk membiayai proyek pertambangan sebesar 0,8 miliar dolar AS. Besar anggaran yang sama untuk tahun 2021 dan 2022. Sementara itu holding pertambangan BUMN Mind ID menyiapkan dana sebesar Rp 25 triliun untuk investasi semua proyek anak usaha yang akan digunakan untuk hilirisasi.Hilirisasi akan dirampungkan pada awal tahun 2022. Terdapat enam proyek strategis yang akan dikerjakan Mind ID yakni, PLTU Mulut Tambang Sumsel-8 di Tanjung Enim, Sumatera Selatan oleh PT. Bukit Asam, pabrik pengolahan dan pemurnian Feronikel Halmahera Timur di Tanjung Buli, Maluku Utara, leh PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk, pabrik smelter Grade Aluminasi Refinery di Mempawah, Kalbar, oleh Inalum dan Antam, serta smelter tembaga terintegrasi denga fasilitas pemurnian anoda slime menjadi logam berharga oleh PT. Freeport Indonesia.
Pilihan Editor
- 
            
            Startup Bukan Pilihan Utama24 Jan 2023
- 
            
            Mendag Pastikan Minyak Kita Tetap Diproduksi30 Jan 2023
- 
            
            Proyek MRT East-West Dikebut24 Jan 2023
- 
            
            Terus Dorong Mutu Investasi25 Jan 2023
- 
            
            Emiten Baja Terpapar Pembangunan IKN24 Jan 2023










 
                 
                 
                 
                