Tambang
( 83 )KONSENTRAT TEMBAGA : Relaksasi Ekspor Belum Dapat Sinyal Perpanjangan
Pemerintah  belum  memberikan  sinyal  untuk  melakukan  perpanjangan  relaksasi  ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia yang berakhir  Mei  2024.  Presiden  Joko  Widodo  mengatakan  percepatan  proses  perpanjangan  relaksasi  ekspor  konsentrat  tembaga baru diurus setelah pembahasan  perpanjangan  izin  usaha  pertambangan  khusus  (IUPK).  Belakangan,  Freeport  diketahui melobi pemerintah untuk  memperpanjang  relaksasi  ekspor  konsentrat  tembaga  sampai  Desember  2024. Hal ini lantaran smelter baru Freeport di Gresik, Jawa Timur diklaim membutuhkan waktu untuk dapat berproduksi dengan kapasitas penuh setelah beroperasi secara  komersial  pada  Mei  2024.
Lebih lanjut, Presiden Ke-7 RI  itu  mengatakan  bahwa  saat ini pemerintah sedang menyiapkan  revisi  regulasi  untuk mengakomodasi percepatan perpanjangan IUPK Freeport. Relaksasi izin ekspor konsentrat  tembaga  Freeport,  menurut  Direktur  Utama  PT  Freeport  Indonesia  Tony  Wenas,  penting  karena  menyangkut  potensi  pendapatan  negara  yang  hilang.  Dia  berujar  negara  bisa kehilangan pendapatan hingga US$2 miliar atau sekitar Rp31,7 triliun (asumsi kurs  Rp15.872  per  dolar  Amerika  Serikat)  bila  izin  ekspor konsentrat tembaga Freeport tidak diperpanjang hingga  Desember  2024.    Berdasarkan laporan Freeport-McMoRan  Inc.  (FCX)  kuartal III/2023, izin ekspor konsentrat  tembaga  PTFI  sebesar 1,7 juta metrik ton yang diperoleh pada 24 Juli 2023, hanya berlaku hingga Mei  2024. 
Sebelumnya,  perwakilan  Freeport  hadir  menemui  Kepala  Negara.  Chairman  &  CEO  Freeport  McMoran  Inc  (FCX)  Richard  C  Adkerson,  President  Freeport  McMoran  Kathleen  Quirk,  dan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Tony Wenas melakukan diskusi dengan Presiden. Tony menjelaskan bahwa dalam pertemuan berdurasi sekitar  40  menit  itu,  mereka  membahas  mengenai  perkembangan  terkini  dari  situasi  pertambangan  dan  penghiliran. Lebih  lanjut,  dia  mengatakan bahwa kepada orang nomor satu di Indonesia itu, pihaknya  turut  menyampaikan  terkait  dengan  perkembangan  pembangunan  smelter  Freeport  di  Gresik  Jawa  Timur.  Progres  pembangunan  smelter  mencapai  92%  yang  diharapkan  beroperasi  dalam  waktu  dekat dan mencapai kapasitas penuh pada akhir 2024. 
Perpanjangan Rileksasi Ekspor PTFI Bersifat Fleksibel
Perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat bersifat akan flleksibel. Saat ini Pemerintah sedang menyusun intrusmen bea keluar konsentrat tembaga pasca Mei 2024. Hanya saja relaksasi ekspor diberikan jika PT Freeport Indonesia (PTFI) memenuhi komitmennya menyelesaikan smelter pada Mei mendatang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan potensi penyimpanan karbon nasional mencapai 572, miliar ton CO2 pada saline aquifer, dan sebesar 4,85 miliar ton CO2 pada depleted oil and gas reservoir. Potensi penyimpanan yang besar tersebut akan cukup signifikan dalam mendukung target penurunan emisi jangka panjang. "Perhitungan potensi penyimpanan karbon pada seline aquifer sekitar 572 miliar ton itu skalanya cekungan migas. Kalau perhitungan potensi pada depleted oil and gas reservoir sekitar 4,85 ,iliar ton itu skalanya sudah lapangan migas," kata Kepala Balai Besar Penguji Minyak dan Gas bumi LEMIGAS Ariana Soemanto. (Yetede)
Divestasi Vale Indonesia Ditargetkan Tuntas Pekan Depan
PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM : MENGAMANKAN INVESTASI FREEPORT INDONESIA
Besarnya investasi yang harus digelontorkan PT Freeport Indonesia untuk mengembangkan tambang bawah tanah di Kucing Liar membutuhkan kepastian perpanjangan kontrak selepas 2041 agar bisa mengoptimalkan potensi yang ada. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai Kucing Liar memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan torehan produksi tembaga dan emas dari Freeport Indonesia di masa mendatang. Hanya saja, investasi untuk pengembangan produksinya saat ini sebagian terhalang masa konsesi yang berakhir pada 2041. Ketua Umum Perhapi Rizal Kasli berpendapat, komitmen investasi lanjutan Freeport Indonesia untuk mengembangkan Kucing Liar bisa terkoreksi jika perpanjangan kontrak tidak kunjung direalisasikan. Pasalnya, investasi untuk pengembangan infrastruktur tambang bawah tanah bakal menyita banyak modal. “Prospek Kucing Liar ini masuk dalam perencanaan Freeport Indonesia setelah 2041, di mana kita ketahui bahwa pada 2041 izin penambangan Freeport Indonesia berakhir. Apakah infrastruktur yang sekarang ada masih efisien dan secara teknis layak untuk digunakan setelah 2041?” katanya, Rabu (10/1). “Pengembangan Kucing Liar di Grasberg masih sesuai dengan jadwal, kami harap dapat mulai produksi komersial pada 2030,” kata President Freeport-McMoRan Kathleen Quirk saat conference call FCX kuartal III/2023. Produksi tahunan dari Kucing Liar ditargetkan dapat menyentuh di level 550 juta pound tembaga, dan 560.000 ounce emas saat masuk tahap komersial awal nantinya.
“Peningkatan  produksi  yang  intensif  ke  level  550  juta  pound  tembaga,  dan  560.000  ounce  emas  akan  dilakukan  satu  dekade  ke  depan,”  jelasnya. Di  sisi  lain,  dia  menambahkan  bahwa  FCX  juga  tengah  melakukan  eksplorasi  tambahan  di  kawasan  Grasberg  selepas  identifikasi  atas  potensi  baru  di  Blok  Deep  Mill  Level  Zone  (MLZ).
Dalam  kesempatan  terpisah,  Presiden  Direktur  Freeport  Indonesia  Tony  Wenas  menyebut  perusahaan  yang  memiliki  konsesi  tambang  seluas  110.000  hektare  itu  perlu  mendapatkan  kepastian  perpanjangan  kontrak  setelah  2041  untuk  merancang  program  kerja  dalam  jangka  menengah  panjang.
Di  sisi  lain,  kepastian  perpanjangan  kontrak  juga  bakal  berimbas  terhadap  kelanjutan  kontribusi  perusahaan  ke  negara  yang  mencapai  US$4  miliar  per  tahun,  kontribusi  sosial  sekitar  US$100  juta  per  tahun,  nasib  ribuan  tenaga  kerja,  serta  efek  berganda  eksistensi  Freeport  Indonesia  terhadap  pemerintah  daerah  dan  masyarakat  Papua.
Di  sisi  lain,  pemerintah  mengaku  sedang  melakukan  revisi  terhadap  Peraturan  Pemerintah  No.  96/2021.  Revisi  itu  salah  satunya  bakal  mengakomodir  penghapusan  tenggat  waktu  permohonan  perpanjangan  kontrak. Komitmen  pemerintah  untuk  memperpanjang  izin  usaha  pertambangan  khusus  (IUPK)  Freeport  Indonesia  yang  akan  berakhir  pada  2041  pun  telah  beberapa  kali  disampaikan.  Banyaknya  cadangan  mineral  di  Grasberg,  Papua,  menjadi  alasan  utama  pemerintah  menyetujui  permintaan  perusahaan. “Karena  mereka  sudah  sekian  puluh  tahun  [di  sana],  dan  dalam  persyaratan  ini  ada  cadangan.  Masa  kami  mau  putus  [kontraknya],  nanti  mencari  investor  lagi,”  kata  Menteri  ESDM  Arifin  Tasrif  beberapa  waktu  lalu.
Menurutnya,  Freeport  Indonesia  masih  bisa  mengoptimalkan  cadangan  mineral  yang  ada  di  tambang  bawah  tanah.  Dengan  begitu,  kekayaan  Indonesia  bisa  dimanfaatkan  secara  optimal  untuk  kepentingan  bangsa. Alasan  yang  sama  disampaikan  oleh  Menteri  Investasi/Kepala  Badan  Koordinasi  Penanaman  Modal  (BKPM)  Bahlil  Lahadalia  yang  mengatakan  bahwa  puncak  produksi  dari  tambang  Grasberg  bakal  terjadi  pada  2035.  Tanpa  adanya  eksplorasi  lanjutan  yang  masif,  tren  produksi  tembaga  dan  emas  dari  Grasberg  bakal  terus  mengalami  penurunan  setelahnya.
CADANGAN MINERAL NASIONAL : Grasberg Masih Potensial
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, cadangan Freeport Indonesia saat ini memang terus menipis dan hanya cukup sampai dengan 2041. Namun, sebenarnya tambang bawah tanah yang digarap perusahaan masih menyimpan potensi sumber daya bijih yang cukup besar bila dilakukan eksplorasi lanjutan. “Grasberg iya , tapi yang di bawah itu lebih banyak . Grasberg itu ada beberapa lapisan, dan cukup 100 tahun lagi,” katanya, Jumat (8/12). Secara terpisah, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengatakan, percepatan kepastian perpanjangan kontrak Freeport Indonesia menjadi penting untuk menjaga keberlanjutan produksi emas dan tembaga dari tambang Grasberg.
MIND ID Harus Jadi Operator Tambang Grasberg Pasca 2041
TATA KELOLA SUMBER DAYA ALAM : AKSES GENTING MINERAL PENTING
Pertemuan bilateral yang dilakukan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden Joseph R. Biden menghasilkan keputusan vital untuk mineral penting asal Indonesia yang dibutuhkan dalam industri kendaraan listrik dunia. Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sepakat untuk bekerja sama terkait dengan pasokan mineral penting dalam balutan critical mineral agreement (CMA) yang memungkinkan sumber daya mineral nasional masuk ke Negeri Paman Sam.Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, CMA bakal memberikan akses kepada mineral penting Indonesia masuk ke pasar AS untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kendaraan listrik untuk jangka panjang, kendati kedua negara belum memiliki perjanjian perdagangan bebas. Sebagai tahap awal, mineral penting yang dipastikan bisa masuk ke pasar AS adalah produk turunan nikel yang diperlukan untuk pengembangan baterai kendaraan listrik. Nantinya, kerja sama tersebut bakal dibahas lebih lanjut oleh kelompok kerja khusus agar bisa segera diimplementasikan.Indonesia memang diketahui sedang mengajukan proposal perjanjian perdagangan bebas terbatas atau limited free trade agreement dengan AS agar produk turunan mineral penting dari dalam negeri bisa mendapatkan insentif daru Infl ation Reduction Act (IRA). Pada Maret 2023 juga pemerintah AS melengkapi kebijakan IRA dengan memasukkan ketentuan larangan untuk mendapatkan insentif kendaraan bagi produk yang dibuat dengan memanfaatkan rantai pasok dari perusahaan berkategori entitas asing yang menjadi perhatian.Dilansir dari Bloomberg, kerja sama dengan AS tersebut bakal ditindaklanjuti oleh Indonesia dengan melakukan penelusuran sumber nikel dan mendorong produsen lokal untuk menggunakan standar pertambangan dunia.
Septian  Hario  Seto,  Deputi  Koordinasi  Investasi  dan  Pertambangan  Kementerian  Koordinator  Bidang  Kemaritiman  dan  Investasi,  mengatakan  setiap  ton  penjualan  bijih  nikel  nantinya  akan  ditelusuri  asalnya  dengan  menggunakan  sistem  informasi  mineral  dan  batu  bara  antarkementerian/lembaga  (Simbara).
Adapun,  Menteri  Koordinator  Bidang  Kemaritiman  dan  Investasi  Luhut    Binsar  Pandjaitan  optimistis  CMA  yang  dilakukan  antara  Indonesia  dan  AS  bisa  berjalan  mulus,  karena  Negara  Adidaya  tersebut  memerlukan  mineral  penting  dari  Indonesia  untuk  memastikan  perkembangan  kendaraan  listrik  di  negerinya  berjalan  sesuai  harapan.
Dia  pun  mengaku  sudah  melakukan  perbincangan  dengan  Koordinator  Khusus  Presiden  AS  untuk  Infrastruktur  Global  dan  Keamanan  Energi  di  Departemen  Luar  Negeri  AS  Amos  Hochstein,  serta  Penasihat  Keamanan  AS  Jack  Sullivan  untuk  menjelaskan  posisi  Indonesia  dalam  hal  penghiliran.
Sekadar  diketahui,  berdasarkan  data  Survei  Geologi  Amerika  Serikat  (USGS),  Indonesia  menjadi  negara  dengan  cadangan  nikel  terbesar  di  dunia,  yakni  21  juta  metrik  ton  pada  2022  atau  setara  22%  cadangan  global.
Investasi  miliaran  dolar  AS  pun  telah  mengalir  ke  Indonesia  untuk  mengolah  nikel  menjadi  baterai.  Namun,  industri  smelter  di  dalam  negeri  masih  didominasi  oleh  perusahaan  Tiongkok,  sehingga  produk  Indonesia  berisiko  tersingkir  dari  pasar  AS  dan  Eropa.
Misalnya  saja  Ford  Motor  Co.  diketahui  mengambil  saham  di  pabrik  baterai  nikel  di  Indonesia  yang  dibangun  oleh  Vale  SA  dan  Zhejiang  Huayou  Cobalt  Co.,  sedangkan  BASF  SE  dan  Eramet  SA  berencana  menghabiskan  US$2,6  miliar  untuk  membangun  kilang  nikel kobalt  di  negara  tersebut.
Gugatan Ketiga Penentang Tambang
JAKARTA – Tiga puluh warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tengah duduk meriung di musala Dusun Kali Gendol, Wadas, Selasa lalu. Mereka tengah merumuskan gugatan terhadap pemerintah yang tetap memaksakan menambang andesit di Wadas. Ikut bersama mereka sejumlah advokat dari Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah. Penentang tambang andesit ini akan menggugat pemerintah yang diduga menyebarkan informasi keliru tentang sikap warga Wadas. Informasi keliru itu adalah berita yang diunggah Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Tengah di situs web Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Berita berjudul “Musyawarah Terakhir, Warga Wadas Akhirnya Setujui Pembebasan Lahan” itu memuat pernyataan Wakil Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, Sumarsono, bahwa semua warga Wadas yang hadir dalam pertemuan di balai desa menyepakati bentuk ganti rugi tanah berupa uang. Pertemuan yang dimaksudkan adalah musyawarah antara pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan warga Wadas di Balai Desa Wadas pada Kamis, 31 Agustus lalu.  Anggota Kawula Muda Desa Wadas (Kamudewa), Talabudin, menegaskan bahwa isi berita tersebut keliru dan menyesatkan. “Padahal warga penolak penambangan tak menyepakati pelepasan tanah dalam pertemuan itu,” kata Talabudin, Rabu, 6 September 2023. (Yetede)
Pertambangan Bauksit, Timah dan Tembaga sebagai Alternatif Penerimaan Negara di Masa yang Akan Datang
Umur aset sumber daya mineral berupa bauksit, timah dan tembaga yang dimiliki oleh Indonesia sangat lama sehingga ketersediaan pasokan ketiga komoditas ini dapat dioptimalkan untuk mewujudkan hilirisasi mineral di dalam negeri. Hilirisasi pengolahan ketiga mineral ini di dalam negeri dapat menjadi alternatif sumber penerimaan pajak yang baru bagi Negara di masa yang akan datang.
Pabrik pengolahan bijih tembaga yang existing di Indonesia hingga saat ini masih pada tahap pemurnian sedangkan pabrik pengolahan bijih timah hanya sampai pada sebagian tahap forming sehingga hilirisasi tembaga, bauksit dan timah di Indonesia dapat dikatakan belum terintegrasi hingga produk akhir. Namun seperti halnya hilirisasi nikel, potensi pajak yang bisa tergali belum optimal karena hilirisasi yang sudah dilakukan belum menciptakan rantai pasok dalam sebuah industri yang terintegrasi di dalam negeri.
Hilirisasi tembaga dan bauksit yang sedang dirintis oleh pemerintah menimbulkan adanya ekosistem baru dalam rantai produksi pengolahan kedua mineral tersebut di Indonesia. Oleh karena itu, wajib pajak rekanan ketiga perusahaan tersebut juga seharusnya perlu diawasi karena peningkatan peredaran usaha yang dilaporkan ketiga smelter ini seharusnya juga diiringi dengan peningkatan peredaran usaha yang dilaporkan rekanan masing – masing.
KEBUTUHAN BAHAN BAKU : Kapasitas Lokal Kerap Terganjal
Selisih antara kapasitas produksi di dalam negeri dengan permintaan terhadap produk hasil tambang, sering membayangi pelaku industri. Alhasil, satu cara yang dipakai untuk menutup kebutuhan dalam negeri dilakukan lewat impor. Kendati Indonesia memiliki bahan baku utama untuk sejumlah komoditas tambang, nyatanya beberapa produks belum dapat dipenuhi dari dalam negeri. Direktur of Corporate Affairs PT Gunung Raja Paksi Tbk. Fedaus mengatakan bahwa kebutuhan impor perseroan sebagian besar berupa bahan mentah yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi seperti besi scrap, Hot Briquette Iron (HBI) sebagai bahan baku proses steel making, dan lainnya. Emiten berkode saham GGRP itu memproduksi lembaran baja yang terdiri dari pelat dan gulungan baja. “Kami tidak impor produk baja jadi. Kami impor adalah produk baja semi jadi seperti Hot Rolled Coil atau HRC dengan ketebalan tertentu. Bahan ini kami pakai lagi untuk rolling menjadi Cold Rolled Coil atau CRC maupun jenis pipa, dan lainnya,” katanya, Jumat (10/2). Berdasarkan data Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA), produksi dalam negeri untuk bahan baku baja memang belum optimal. Kondisi tersebut lantaran mesin produksi baja sudah lama sehingga hasil jadinya belum terlalu masif.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Voksel Electric Tbk. (VOKS) Sachje Amalia Siddharta mengatakan secara prinsip perseroan mengutamakan pembelian bahan baku dari domestik. Jika pasokan tidak mencukupi, katanya impor menjadi pilihan untuk memasok bahan baku. Direktur Utama PT Timah Tbk. (TINS) Achmad Ardianto meyakini prospek ekspor produk pertambangan masih cukup baik karena merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbarui. Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi menjelaskan produksi bahan baku untuk sejumlah industri dalam negeri masih belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan industri secara keseluruhan. Dia mencontohkan seperti besi baja, baja paduan, dan produk turunannya. Dengan demikian, kondisi tersebut yang memacu industri selain membeli produk lokal tetapi juga membeli dari luar negeri. Alasan lainnya karena spesifikasi barang yang dibutuhkan terbatas di dalam negeri sehingga harus antre cukup lama, sementara itu pasar di luar negeri lebih tersedia dan mudah didapat.
Pilihan Editor
- 
            
            Parkir Devisa Perlu Diiringi Insentif15 Jul 2023
- 
            
            Transisi Energi Membutuhkan Biaya Besar13 Jul 2023
- 
            
            Izin Satu Pintu Diuji Coba13 Jul 2023
- 
            
            Ekspansi Nikel Picu Deforestasi 25.000 Hektar14 Jul 2023
- 
            
            Masih Kokoh Berkat Proyek IKN13 Jul 2023










 
                 
                 
                 
                