Gelanggang Keras Mal Jakarta
Gerai sayap ayam cepat saji yang enak dan beberapa toko gawai di Ratu Plaza sudah hengkang April lalu. Sedih melihat makin ditinggalnya Ratu Plaza. Dulu Ratu Plaza adalah pusat perbelanjaan termewah di Jakarta, menggeser Duta Merlin yang berhulu ke hotel zaman Belanda. Saat dicuitkan di X, ramai yang menanggapi. Diskusi berkembang tentang pemilik gedung yang konon hanya memegang hak guna bangunan dari lahan pemerintah, seperti konon gedung lain di ujung berbeda Jalan Jenderal Sudirman yang ia miliki. Ini menjelaskan mengapa kedua gedung dibiarkan ”merana”, walau strategis berada pada jalur MRT dan Transjakarta. Itu sebabnya Kompas bersemangat menyambangi Brightspot Market, bazar populer Jakarta yang didedikasikan untuk jenama lokal, bertempat di Ratu Plaza minggu lalu.
Brightspot punya sejarah bereksperimen dengan lokasi nyeleneh, dua lantai kosong di Plaza Senayan tahun lalu, atau Ashta sebelum resmi dibuka. Cynthia Wirjono, salah satu pemrakarsa dan penyelenggara Brightspot, bercerita bahwa nostalgia 1980-an, saat Ratu Plaza jaya-jayanya, sengaja diambil sebagai tema. Dan benar, tersebar di tiga lantai selama dua akhir pekan kemarin, terdapat musik, dekor, bahkan mesin dingdong khas dekade itu. Ratu Plaza juga kembali disesaki pengunjung baik generas “old” yang ingat masa keemasannya dan generasi muda yang penasaran. Bukannya tanpa tantangan menggelar acara dengan ribuan pengunjung di lokasi yang sudah lama tak beroperasi penuh. Kendala muncul dari parkir, AC, sampai eskalator yang tak semua bisa dioperasikan.
Tapi pengunjung terlihat menikmati. Terlepas legalitas kepemlikan, Ratu Plaza hanya perlu sedikit renovasi dan pemasaran kreatif bila mau dikembalikan optimal. Persoalan mal di Jakarta memang kompleks. Terlalu banyak jumlahnya, tapi sedikit pembedanya. Untuk Jakarta, mal dikelompokkan menjadi mal tengah kota (seputar Senayan dan Bundaran HI), yang didatangi pengunjung dari seluruh penjuru kota, dan mal ”setempat” yang dipadati warga sekitar. Banyak mal dan trade center yang tersengal-sengal terlepas keriuhan saat diresmikan. Bahkan, beberapa mal di pusat kota hidup segan, mati tak mau. Bukan karena konsumen lebih suka berbelanja daring, banyak pusat perbelanjaan yang masih ramai, seperti juga banyak e-marketplace yang kolaps. Mal masih bisa bertahan walau memang gelanggangnya keras, tak semua jadi penyintas. Kecuali bila jeli membidik ceruk baru. (Yoga)
Postingan Terkait
Artikel Populer
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023