Menutup Celah 'Tax Haven': Misi Mustahil atau Sekadar Kurang Niat?
Dalam film Mission: Impossible, Tom Cruise biasanya harus menembus sistem keamanan laser canggih atau melompat dari gedung tinggi. Dalam dunia perpajakan internasional, "Misi Mustahil" kita terdengar jauh lebih membosankan namun jauh lebih rumit: membuat 140 negara sepakat pada satu aturan main untuk menghentikan kecurangan pajak.
Selama berpuluh-puluh tahun, perusahaan multinasional memainkan strategi yang disebut BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) atau Penggerusan Basis Pajak dan Penggeseran Laba. Terdengar teknis, tapi intinya adalah sulap akuntansi: membuat laba kena pajak "menghilang" dari negara tempat bisnis beroperasi (seperti Indonesia) dan "muncul" kembali di negara tanpa pajak.
Kita tahu caranya. Kita tahu modus transfer pricing-nya. Kita tahu celah hukumnya. Pertanyaannya, mengapa kita belum menutup semua celah itu? Apakah ini mustahil secara teknis?
Jawabannya: Tidak. Ini bukan masalah teknis, ini masalah politik.
Menutup celah pajak membutuhkan "political will" atau kemauan politik. Masalahnya, setiap negara punya kepentingan nasional yang berbeda. Negara maju ingin melindungi perusahaan raksasa mereka agar tetap berkantor pusat di sana. Negara berkembang ingin memajaki aktivitas produksi dan penjualan di tanah mereka. Negara surga pajak ingin mempertahankan bisnis kerahasiaan mereka.
Mencapai kesepakatan global ibarat mencoba memesan makan malam untuk 140 orang yang masing-masing punya alergi dan pantangan makanan berbeda. Sangat rumit.
Namun, angin perubahan sedang berhembus. Inclusive Framework OECD/G20 telah menghasilkan solusi "Dua Pilar" yang bersejarah. Salah satunya adalah Pajak Minimum Global (Pilar Dua). Aturan ini memastikan bahwa perusahaan multinasional harus membayar pajak minimal 15% di mana pun mereka beroperasi.
Ini membuktikan bahwa misi ini tidak mustahil.
Ketika negara-negara besar dunia mulai merasakan kas negaranya kosong—terutama setelah belanja besar-besaran untuk penanganan pandemi COVID-19—tiba-tiba "kemauan politik" itu muncul. Rasa sakit akibat kehilangan pendapatan menyatukan kepentingan negara maju dan berkembang.
Bagi Indonesia, ini adalah momen krusial. Kita tidak bisa bertarung sendirian. Jika Indonesia memperketat aturan secara sepihak, investor mungkin kabur ke negara tetangga. Tapi jika seluruh dunia memperketat aturan secara serentak, tidak ada lagi tempat untuk lari.
Menutup celah tax haven bukan tentang menghukum bisnis atau anti-asing. Ini tentang menyelamatkan integritas negara berdaulat. Ini tentang memastikan beban menjalankan negara tidak hanya jatuh ke pundak buruh pabrik dan pedagang pasar. Ini adalah misi yang harus kita tuntaskan, bukan karena mudah, tapi karena itu adil.
Postingan Terkait
Artikel Populer
-
Tekan Inflasi, Pasar Murah
04 Jan 2025 -
Tapera Beri Angin Segar Emiten Perbankan
05 Jun 2024 -
Ledakan Smelter Berulang, Optimalkan Pengawasan
28 Dec 2023 -
KISAH SEGITIGA ANTARA VIETNAM, CHINA, DAN AS
28 Dec 2023